Kajian Feminimisme Terhadap Antologi Puisi Angin Kerinduan Karya Ria Ristiana Dewi
Oleh : Eva Juliyanti
Karya
sastra terdiri dari dua jenis yaitu prosa dan puisi. Prosa merupakan karangan
bebas dan puisi merupakan karangan terikat. Dalam sebuah karya sastra ada suatu
penilaian, penilaian ini dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan
dalam karya sastra tersebut. Penilaian ini disebut dengan kritik sastra. Kritik
sastra berasal dari bahasa Yunani yaitu
“Krinien “ yaitu membandingkan,
memprtimbangkan dan penghakiman terhadap suatu karya baik bernilai positive
maupun negative. Kritik sastra merupakan salah satu cabang studi sastra yang
penting dalam kaitannya dengan ilmu sastra dan penciptaan sastra.
Kritik sastra sebenarnya tidak banyak
berbeda dengan apresiasi. Apresiasi lebih kepada penghargaan dan penikmat
terhadap karya, sedangkan kritik sebagai penikmat, tetapi juga lebih diarahkan
penilaian untuk menlihat kelemahan, kelebihan, kekuatan dan artistiknya sebuah
karya. Apresiasi menerima karya sastra itu apa adanya, jika tidak suka akan
ditinggalkannya, sedangkan krtitik akan tetap mengedepankan karya itu sampai
kepada tingkat menghukum apakah karya itu bermutu atau tidak, bernilai atau
berkurang.
Dalam kritik sastra ada dua jenis kritikan
yaitu kritik umum dan kritik akademik. Kritik umum berarti seorang kritikus
menilai sebuah karya sastra tidak menggunakan teori-teori, sedangkan kritik
akademik adalah menilai dengan menggunakan pendekatan atau teori-teori. Seorang
kritikus hendaknya dalam memberikan kritikan harus berdasarkan teori-teori atau
pendekatan. Adapun pendekatan yang dapat digunakan sebagai pisau untuk membedah
karya sastra tersebut, yaitu pendekatan antoprologi, pendekatan sosiologi, pendekatan
structural, pendekatan stilistika, semiotika, pendekatan feminimisme,
pendekatan hermeunetika dan pendekatan psikologi.
Dengan menggunakan pendekatan atau
metodologi dalam mengkritik sebuah karya sastra tersebut dapat menentukan mutu,
kekurangan dan kelemahannya. Saat ini banyak bermunculan sastrawan dari
kalangan perempuan maka dari itu ada pendekatan yang sesuai untuk menelaah atau
menilai karya sastra tentang keperempuanan. Pendekatan tersebut adalah
pendekatan feminimisme.
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah
sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.
Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina
atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada
teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh
hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya
sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan
perempuan dan laki laki.
Secara leksikal dan etimologi, feminisme
berasal dari kata feminist yang
berarti pejuang hak-hak kaum wanita, kemudian meluas menjadi feminism, yaitu suatu faham yang
memperjuangkan hak-hak kaum wanita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
2008: 410) feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Definisi secara leksikal ini telah
membawa pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat. Feminisme sebagai gerakan awalnya berangkat
dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi.
Feminisme menjadi usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut.
Akhirnya mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan,
martabat, dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan, baik di dalam maupun di luar
rumah.
Kaum feminimisme juga ingin
membuktikan bahwa perempuan memiliki kontribusi yang signfikan dalam
meningkatkan ekonomi, selain menyandang sebagai ibu rumah tangga perempuan juga
da[at berkarier dan bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi.
TOKOH DALAM
FEMINISME
1.
Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism,
namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh
feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang
menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk
diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan.
Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2.
Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa
atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan
oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan
melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa
individu merupakan efek dari kuasa.
3.
Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika)
dimana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara
perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan
di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran
kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita
tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap
kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa dimana setelah
melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama
dengan cara yang sama.
Dalam pendekatam feminimisme ada
lima citra yang dapat melihat sisi kepermpuanan dalam karya sastra, yaitu
pigura, pinggan, pilar, peraduan dan pergaulan. Dalam antologi puisi Angin Kerinduan dengan puisi berjudul Ibu dan Kartini karya Ria
Ristiana Dewi.
Ria Ristiana Dewi kelahiran di Aceh
Utara 07 Maret 1989, meraih jenjang pendidikan di Medan mulai dari SD-Pergurun Tinggi.
Alumni UNIMED ini aktivis di Komunitas Penulis Anak Kampus ( KOMPAK ) dan
Laboraturium Sastra Medan ( LABSAS). Karya-karyanya sering muncul di
surat-surat kabar yang ada di Medan, dan sering memenangkan perlombaan tentang
sastra.
Dalam
antologi puisi Angin Kerinduan pengarang menyatakan bahwa angin membawanya
kepada rindu terhadap karya-karya sastra pada zaman dahulu, sekarang dan akan
datang. Puisi-puisinya pun
berkaitan erat dengan perasaan, terutama ketika menspesifikkan puisinya untuk
seseorang, misalnya ibu, ayah, ataupun kepada :khair terasa sekali puisinya
tersemat pesan mendalam yang dibalut oleh makna pada tiap kata-katanya.
Ria ini sangat optimis dalam
menjalani kehidupannya, ini dapat dilihat dari beberapa puisi yang ia tulis
tentang semangat yaitu Wilayah Juang . Selain itu, jiwa
nasionalismenya juga tinggi dapat dilihat dari
beberapa puisi yang ia ciptakan bernuansakan keadaan negri ini yaitu Negaraku Merdeka, Kerikil Negaraku dan ia menulis tentang para tikus di Negara
ini yaitu Wajah Kedok , Penipu itu/1, Penipu itu/2 dan
Penipu itu/3.
Ada beberapa judul puisi yang memberikan
kesan pada para pembaca, sehingga sulit melupakan karya Ria Ristiana Dewi,
karena karyanya yang luar biasa bercerita fakta, meskipun puisi sederhana, tapi
mengandung makna. Hal ini
diterima pembaca karena menyatu masuk ke tiap individu yang membacanya.
Seolah penulis tahu, karyanya sesuai
dengan kenyataan yang pernah dialami pembaca, misalnya halaman 41 puisi yang
berjudul Ibu, dan halaman 50 puisi
yang berjudul Ibuku dan Kartini
dan Salam Kepada Mamak halaman 93.
Menyuapi
senanak sayangmu kutau kaulah raga
Contohku
Ragamu mengandungku Sembilan bulan
(
baris ketujuh puisi Ibu)
Puisi
ini menggambarkan sesosok wanita kuat dan tegar menghidupi keluarganya walaupun
dengan status single perents dan
wanita kuat itu telah menuntun, menjadi penerang jalan kehidupan anak-anaknya.
Sebuah selendang hitam mengukur wajah
senjamu
Tentu kau masih pelita
Untuk belia sedang menyongsong ini
Kau terangi langkahku menganut senyum
(
bait pertama puisi Salamku kepada Mamak)
Wanita yang sudah tua namun tetap
semangat dalam mengayomi pelita hatinya untuk menyongsong dunia yang gelap ini.
Usia tidak menjadi masalah bagi perempuan itu untuk berganti peran sebagai
seorang Ayah juga seorang Ibu.Ia sebagai penopang dalam keluarganya mencari
nafkah juga mendidik anak-anaknya.
Keindahan
wanita pengarang meletakkannya pada puisi berjudul IbuKu dan Kartini “ Wanita-wanita
surga dengan keindahan dunia”. Pada kata Wanita-wanita surga, ini menunjukkan bahwa wanitu itu cantik karena
berada di tempat yang sangat indah. Wanita yang cantik dalam konteks wanita
cantik luar dan dalam. Hanya wanita yang dapat membuat iri para bidadari-bidadari
surga, namun wanita yang soleha.
Sedang kau
terus di sana tersenyum
Lewat tembang kamboja
(
bait kedua puisi Ibuku dan Kartini)
Pada
puisi di atas juga digambarkan seorang wanita yang cantik, wanita yang selalu
tersenyum walaupun hatinya menangis. Itulah wanita seberat apapun penak yang
menghujam hatinya saat itu, ia tetap menunjukkan senyuman terindahnya kepada
siapa saja yang melintas di hadapannya.
Bu, Kartini sedang memintaku meneguk cahaya
Yang Sarat dengan mimpi beraduk dengan cita
dan cinta.
(
bait pertama puisi Ibuku dan Kartini
)
Masih
dari puisi Ibuku dan Kartini terdapat
pesan bahwa Kartini ingin memerintahkan wanita untuk bangkit meraih cita-cita
kita, kita tidak boleh kalah dengan kaum laki-laki yang seakan-akan menyepelehkan
kaum laki-laki. Dengan adanya emansipasi wanita dapat menyamakan hak dengan
kaum laki-laki karena wanita juga dapat menyumbangkan kontribusi yang besar
terhadap perkembangan ekonomi.
Namun,
wanita juga tidak boleh melupakan kewajibannya sebagai alat pemuas kaum pria
dan pelayan rumah tangga. Wanita tetap melaksanakan kewajibanya sebagai seorang
istri unutuk suaminya dan ibu untuk anak-anaknya. Meskipun jabatan perempuan di
luar konteks keluarga tinggi dibandikngkan dengan laki-laki sebagai suami maka
di dalam rumah tangga wanita harus sebagai pelayan bagi suaminya.
Saat
ini kaum wanita sudah mulai dilemahkan, banyak pelecehan-pelecehan seksual,
aksi pornoaksi, penganiayaan terhadap ibu rumah tangga dan sebagainya. Ironis
memang seorang perempuan diperbudak dan dianiaya seperti ini. Para TKI sudah
banyak menjadi korban, bahkan banyak yang meregang nyawa di Negara tetangga.
Walupun dewasa ini banyak forum atau lembaga yang melindungi para TKI dan
wanita dari penganiayaan dan pelecehan seksual namun, banyak pula korban
berjatuhan.
Maka
dari itu, dalam puisi ini si pengarang ingin mengajak para wanita untuk
membebaskan diri dari kata penganiayaan dan lain sebagainya itu.
Ada yang tak mampu menyusui pun ada pula
tubas
Terperas deras
(
bait kedua puisi Ibuku dan Kartini )
Bait puisi di atas menggambarkan
bahwa seorang wanita yang tidak punya anak , namun setelah mendapatkan seorang
anak, anak tersebut menjadi boomerang dalam hidupnya. Anak yang sudah diasuh
dan dimanja sejak lahir hingga dewasa ketika dewasa tak dapat membalaskan belas
kasih seorang ibu.
Hal ini banyak terjadi saat ini,
banyak anak yang tidak mau mendengarkan perkataan orang tuanya terutama ibu.
Padahal restu Allah terletak pada restu orang tua juga. Jika kekasih ada mantan
namun orang tua tidak ada mantan, sampai kapanpun orang tua tetap lah orang tua
kita. Bahkan, kelak yang akan menolong kita di dunia kekal adalah orang tua
kita, orang tualah yang bertanggung jawab atas semua perbuatan kita.
Antologi puisi Angin Kerinduan yang merupakan puisi modern ini menginspirasi kita
semua untuk tetap semangat dalam menjalani hidup ini. Si pengarang meletakkan
wanita di tempat yang terhormat.
* **
Penulis adalah Mahasiswa FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia UMSU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar