Angin…tiupkanlah
dirimu kepadaku…
Menerpa wajahku yang dirundung
pilu
menampar jiwaku yang kelabu..
Menghempaskan rambutku yang kaku
hujan…kenapakah engkau mesti
berlalu…
Aku menunggumu membasahasi
ragaku ,
aku mengejarmu, nafasku memburu…
Sampai menembus kerikil bukit batu
kerudung malam menyelimuti bumi…
Aku berharap menjadi tambatan rindu
saat aku bercerita tentang dirinya
yang kini terhalang rentangan waktu..
Angin laut tak pernah mau
berhembus…
Hujan yang aku tunggu telah berlalu
kepada siapakah aku akan berbisik…
Tentang rindu dan kegelisahan itu
angin laut hanya “merayu” rindu…
Dan awan hujan membelakangiku
mereka serempak menertawaiku
yang telah mabuk dalam buaian
rindu…
Aku termangu mangu menjadi bisu…
Terbahaklah yang memandangku
yang tersenyum hanya malu malu
aku juga menjadi malu, kepada
langit…
Kepada mendung…, kepada mega..,
dan kepada awan awan yang berarak
melewatiku…
Menerpa wajahku yang dirundung
pilu
menampar jiwaku yang kelabu..
Menghempaskan rambutku yang kaku
hujan…kenapakah engkau mesti
berlalu…
Aku menunggumu membasahasi
ragaku ,
aku mengejarmu, nafasku memburu…
Sampai menembus kerikil bukit batu
kerudung malam menyelimuti bumi…
Aku berharap menjadi tambatan rindu
saat aku bercerita tentang dirinya
yang kini terhalang rentangan waktu..
Angin laut tak pernah mau
berhembus…
Hujan yang aku tunggu telah berlalu
kepada siapakah aku akan berbisik…
Tentang rindu dan kegelisahan itu
angin laut hanya “merayu” rindu…
Dan awan hujan membelakangiku
mereka serempak menertawaiku
yang telah mabuk dalam buaian
rindu…
Aku termangu mangu menjadi bisu…
Terbahaklah yang memandangku
yang tersenyum hanya malu malu
aku juga menjadi malu, kepada
langit…
Kepada mendung…, kepada mega..,
dan kepada awan awan yang berarak
melewatiku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar