Mengupayakan keberhasilan adalah juga OTOMATIS upaya menghindari kegagalan

Selasa, 23 Desember 2014

Bukan Tak Ingin, Memang Belum Saatnya


Aku tidak sedang mencari, tidak pula sedang menunggu. Bila sekarang aku dipertemukan denganmu, itu di luar dugaanku.

Aku tak bisa menolak takdir, tapi aku bisa membuat keputusan. Bohong jika aku tidak tertarik dengan semua kebaikan yang ada pada dirimu. Aku masih normal untuk jatuh hati pada ciptaan-NYA yang begitu menawan.

Aku belum berniat mencari, tapi bila sekarang kita dipertemukan, mungkin ini sebuah ujian. Aku mulai sadar akan apa yang hendak kutuju. Aku mulai paham atas apa yang ingin kulakukan. Tapi memintamu menunggu, itu di luar kuasaku.

Aku tak suka membuatmu khawatir, sementara aku belum bisa menenangkanmu. Aku tak suka melihatmu dirundung rindu, sementara aku belum bisa membersamaimu. Bila kau benar cinta, kuharap kau paham dengan keputusanku.
Kumohon jangan katakan padaku bila kau menungguku. Aku takut tak kuat menahan nafsu. Bila kau benar cinta, kumohon hormati pula prinsipku. Bila yang lalu kau khilaf, aku menyadarinya, aku pun sering begitu.
Jika kau tak bisa menghormati pilihanku, maaf bila aku memilih menghindar.

Mungkin kelak aku akan menyesal bila kudapati kau berlabuh dengan yang lain. Itu tak mengapa, aku percaya DIA hanya memilihkan yang tepat. Bila pun aku tak dipertemukan jodohku di dunia, mungkin jodohku ada di surga. Bukan aku tak percaya akan janjimu, tapi aku lebih suka mengejar janji-Nya
Kuharap kau cukup paham untuk tetap melebarkan senyum. Karena yang kita duga, belum tentu yang DIA suka. Mari mengejar janji-Nya saja.
Aku bisa menjanjikan banyak hal, tapi semoga takkan kulakukan. Bila aku mulai melontarkan itu, tolong tegur aku. Kau tak mau bukan hidup bergelimang bualan?

Kebanyakan Gengsi Jadi Jauh Dengan Rezeki


Kamu sudah lulus? Masih nganggur saja?
Pasti malu ya? Atau enggak?

Saya rasa kalau kita masih normal, pasti punya malu ketika sudah dikuliahkan jauh-jauh (dengan biaya yang tidak sedikit), pulang cuma nongkrong di rumah bantu nyuci, nyapu. gak mau kerja inilah, kerja itulah, karena tidak sesuai dengan jurusan kuliah.
Satu hal yang pasti, tidak ada ajaran Agama yang mengharuskan seseorang dapat rezeki berdasarkan jurusan kuliah. Bilang saja gengsi (gengsi yang tidak kita sadari).

Aku kan orang berkecukupan, nggak ngapa-ngapain juga nggak kekurangan.
Eh, iya juga si. Mungkin kalau kamu dilahirkan dari orang tua yang berkecukupan ndak masalah ya. Itu si terserah kamunya. Urusanmu.
Cuma nih ya. Biasanya, seseorang kalau nggak merasa kepepet itu bakal jadi pemalas. Kalau kita di rumah saja merasa nyaman, nggak ngapa-ngapain juga nggak pusing. Ya, otak kita biasanya nggak banyak berkembang. Stuck.
Menunggu memang membosankan, menunggu lamaran kerja diterima misalnya. Tapi jiwa-jiwa yang kreatif pasti tak mau cuma jadi penunggu yang setia tanpa gerakan.
Banyak tuh teman-teman saya yang lulusan IT pada lagi kerja jualan di pasar, trotoar jalan, online. Mereka nggak mau cuma diam menunggu.
Apa? Masih mau bilang nggak sama dengan jurusan kuliah? Gengsi saja digedein. Rasa malu pada orang tua dong semestinya yang digedein.
Tapi, mungkin bagi orang tua yang berkecukupan nggak rela juga si kalau anaknya kerja serabutan buat nunggu lamaran yang ‘entah kapan diterima atau tidak’. Kalau memang di tempat kelahiran kita peluang kerjanya sedikit, ya kenapa tidak berupaya mencari di tempat lain.
Kalau kita percaya Allah maha kaya. Kalau kita berani. Nekad saja pergi merantau. Pastikan dulu sudah ada kerjaan (kalau masih takut kelaparan), walau baru sekadarnya.

Gimana nyari kerjanya?
Kan banyak situs online yang nyediain info peluang pekerjaan. Nggak harus sama dengan jurusan kuliah, yang penting kerja dulu. Sambil terus kirim-kirim lamaran pas sudah di tempat rantau. Atau tanya-tanya ke teman kita pas dulu masih di tempat rantau.
Yang penting cukup dulu buat biaya hidup sehari-hari sama sewa kos. Buang dulu kebiasaan boros karena terbiasa tiap bulan dapat uang saku. Dan yang lebih penting lagi, buang jauh-jauh gengsi kita wahai teman sebaya.
Ini si cuma buat mereka yang pemberani dan kuat mental. Kalau mental kita belum kuat, mending pikir-pikir dulu deh. Takutnya nanti gantung diri di kamar kos karena malu dicibir orang.
Duh, gimana mental kuat, kan aku hidup selalu berkecukupan, apa-apa selalu disedia’n. Kalau nanti aku begini gimana? Kalau nanti aku begitu gimana? Kan ini, kan itu.
Ya sudah, itu si pilihanmu. Mau jadi apa kamu kan tergantung apa yang kamu lakukan. Selamat menikmati apa pun pilihanmu. :)

****
Note; Buat kamu yang masih lama kuliah, nih ya saya kasih sedikit gambaran.
Banyak anak-anak yang sudah lulus kuliah tapi susah punya kerjaan, karena temannya cuma itu-itu saja.
Biasanya itulah risiko dari mereka yang kalau kuliah cuma berangkat, duduk manis, ngerjain tugas, ikut semesteran, ngerjain skripsi, jalan-jalan seneng-seneng doang. Dan tidak mulai membangung relasi saat di bangku kuliah, alias nggak banyakin kenalan dengan orang yang udah pada bekerja. Alias, temanya cuma gerombolan kuliahnya semata. Alias tidak aktif dalam organisasi/komunitas. Tidak harus komunitas kampus, di luar kampus juga tak masalah, yang penting yang bisa nambah pengalaman.

Kuliah itu penentu awal kita bakal mudah dapat peluang kerja atau tidak. Kalau kita kuliahnya cuma ‘begitu-begitu saja’, ya pengalaman yang kita dapat selama kuliah ya gitu-gitu saja (Seneng-seneng bareng temen, jalan ke sana, jalan ke sini, giliran udah waktunya cari kerja cuma jalan di tempat).
Aku pendiam, aku susah punya kenalan.
Nggak papa kok jadi pendiam, yang penting mau punya banyak kenalan. Nggak papa kok kalau di perkumpulan cuma diam, yang penting banyak punya teman. Tak perlu mempersulit diri dengan ketidakberdayaan kita untuk memikat banyak orang dengan ucapan/tindakan, yang penting kita mulai mau bergerak. Punya banyak kenalan.

                                                                        ***
Pendiam tak apa, yang penting bukan pemalu dan suka minder.
Lagian sekarang juga zaman serba online. Kalau di dunia nyata malu-malu punya teman, manfaatkan dunia maya buat banyak relasi. Yang penting kita bisa banyak pengalaman, jadi lebih kreatif, jadi lebih bisa dapat banyak peluang. Tapi ya bukan cuma buat urusan cinta-cintaan, lebih ke bagaimana kita tahu dunia yang lebih luas. Bukan cuma sekadar kelas, kamar kos dan senyum/ketawa bareng teman-teman seperjalanan.

                                                                        ***
Semoga kita tidak termasuk orang yang gengsinya seluas dan setinggi Pegunungan Himalaya yak. Semangat Sore, selamat berjuang teman sejawat. :)

Perjalan menjadi indah


Tahukah kamu , perjalanan terjauh dan terberat bagi seorang lelaki adalah perjalanan ke masjid.
Sebab banyak orang kaya tidak sanggup mengerjakannya.Jangankan sehari lima waktu, bahkan banyak pula yang seminggu sekali pun terlupa.Tidak jarang pula seumur hidup tidak pernah singgah ke sana.
Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid.Karena orang pintar dan pandai pun sering tidak mampu menemukannya,walaupun mereka mampu mencari ilmu hingga ke universitas Eropa ataupun Amerika.Mudah melangkahkan kaki ke Jepang, Australia dan Korea dgn semangat yg membara, namun ke masjid tetap saja perjalanan yg tidak mampu mereka tempuh walau telah bertitel S3.
Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid. Karena para pemuda yg kuat dan bertubuh sehat yg mampu menaklukkan puncak gunung Bromo dan Merapi pun sering mengeluh ketika diajak ke masjid.Alasan mereka pun beragam, ada yang berkata sebentar lagi, ada yg berucap tidak nyaman dicap alim.
Perjalanan terjauh dan terberat adalah perjalanan ke masjid.Maka berbahagialah dirimu wahai anakku…., bila sejak kecil engkau telah terbiasa melangkahkan kaki ke masjid. Karena bagi kami, sejauh manapun engkau melangkahkan kaki, tidak ada perjalanan yg paling kami banggakan selain perjalananmu ke masjid.
Biar aku beritahu rahasia kepadamu,sejatinya perjalananmu ke masjid adalah perjalanan utk menjumpai Rabbmu.Itulah perjalanan yg diajarkan oleh Nabimu, serta perjalanan yg akan membedakanmu dengan orang-orang yg lupa akan Rabbnya.
Perjalanan terjauh dan terberat itu adalah perjalanan ke masjid.Maka lakukanlah walau engkau harus merangkak dalam gelap shubuh demi mengenal Robbmu

Mencari Sahabat


Dalam perjalanan hidupnya. Tidak setiap orang bertemu dengan teman dekatnya, yang karena dekatnya lalu disebut sebagai sahabat. Bertanya-tanya mengapa orang lain memiliki sahabat sementara dia sendiri tidak.
a tidak dekat dengan siapapun, bilapun orang lain merasa dekat. Ia merasa biasa-biasa saja.
Ia tidak tahu kepada siapa bisa bercerita. Tidak tahu kepada siapa hendak pergi bersama. Merasa begitu tenang sendirian, karena terbiasa sendiri. Merasa tidak suka diusik, meskipun ingin sekali bercerita. Tapi kepada siapa.
Ia tidak pernah merasa sangat dekat kepada siapapun. Setiap kali kakinya melangkah, matanya menangkap perasahabatan orang lain. Mendengar dari kata-kata teman. Dan ia tidak pernah memilikinya.
Ia hidup sendiri. Merasa sendiri dan begitu mencintai kesendiriannya. Meski pada saat yang sama dia bertanya-tanya. Siapakah yang sanggup menembus hatinya.
Ia sendiri tidak tahu, apakah dia yang memiliki tembok yang tinggi atau orang lain yang membatasi dirinya. Ia merenungkan arti persahabatan dari orang-orang. Ia tidak tahu. Orang datang silih berganti di dalam hidupnya, tidak pernah ada yang benar-benar tinggal lama. Sebagai teman baik.
Ia menanyakan pada dirinya. Apa yang sebenarnya ia butuhkan. Sebab apa ia memiliki batas yang begitu tinggi. Sampai kapan ia akan menutup diri. Sampai kapan ia akan memberikan kepercayaan kepada orang. Mungkin cukup kepada satu orang, teman hidup. Sahabat yang mungkin hanya akan ada satu saja sepanjang hidupnya.

Hidup Adalah Tentang Terus Belajar Mencapai Keutuhan Diri


Aku tak pernah meminta pada DIA agar rasa ini ada, sama sekali tidak. Begitu pula kiranya kau yang tak pernah tahu pada siapa hatimu tertambat.
Semua berjalan pada poros kehidupan masing-masing, sekalipun kita mencoba keluar bila hari ini kita masih ditakdirkan di tepi, kita akan tetap di tepi.
ma. Setiap orang dilahirkan untuk sebuah laku yang tak bisa ditebak dengan jitu kecuali oleh waktu. Sama seperti aku yang tak pernah percaya pada akhirnya aku bisa begitu mudah tertarik, sama seperti aku yang selalu berusaha untuk menepis tapi tetap saja rasa itu ada.
Tidak ada yang salah dengan takdir, kecuali cara kita menghadapinya. Dan aku selalu muak mengikuti aliran air, aku tak suka hanyut. Ah, kenapa aku harus berhanyut-hanyut ria dalam air, sementara masih ada daratan yang bisa ditapaki. Ah, apa semua orang lupa, dunia sudah maju, kenapa pula harus terus hanyut jika aliran itu membawa masuk pada kubangan comberan? Kenapa harus tetap hanyut jika pada akhirnya aliran itu membawaku pada padang tandus, yang bahkan seekor tengu pun ogah menempatinya.
Aku tidak suka terlalu hanyut, sama sekali tidak. Sama seperti halnya aku tak ingin hanyut dalam kebohongan bahwa rasa ini telah hilang. Tidak sama sekali, ia tetap ada dalam penjagaanku, dalam kontrol diri yang terus berupaya untuk aku perbaiki.
Hidup adalah tentang proses mencapai keutuhan, dan keutuhan itu baru benar ada bila otak, bahkan hati, tak lagi turut bekerja. Keutuhan itu adalah kematian. Selama belum mati, selama itu pula semestinya kita terus berupaya mencapai keutuhan diri.
Semangat terus , tanpa kata menyerah dalam mencapai sesuatu itu :') 

Masih Berusaha Menjadi Tuhan?


Pernah dengar ungkapan "Jika kamu sedang berusaha merubah orang lain, dan gagal, sampai pada akhirnya kamu stress karena tidak bisa merubah dia seperti apa yang kamu mau, itu artinya kamu sedang berusaha menjadi Tuhan”.


Sebelum kamu berusaha merubah hatinya untuk mencintaimu, sudahkah kamu mencintai dirimu sendiri?


Pada akhirnya semua kembali pada diri sendiri, ketika kamu mengharapkan sesuatu yang lebih baik, sudahkah kamu pantas mendapatkannya? Sudahkah kamu lebih baik?


Investasi pada dirimu yang akan kamu berikan pada orang lain, menjadi tolak ukur sebesar apa yang akan kamu dapat nantinya. Jika kamu terlalu terburu-buru, maka hanya sebatas itu yang kamu dapat, dan lagi-lagi berteriak “KAMU MENYEBALKAN!!”.


Jika kamu disuruh memilih antara rumah yang bobrok, dengan rumah minimalis yang didekor dengan indah. Mana yang kamu pilih? Sudah cukup pantaskah pilihanmu dengan isi tabunganmu?


Saat kamu mengharapkan pasangan yang baik, tidakah kamu berpikir jika bukan hanya kamu satu-satunya manusia yang berharap punya pasangan yang baik?


Mana yang lebih dulu kamu pilih, mendapat pasangan yang baik, atau menjadi baik untuk pasangan?Mana yang lebih kamu utamakan, kewajiban, atau hak?Mana yang lebih dulu kamu utamakan, kebahagiaanmu, atau kebahagiaan pasanganmu?Kita sama-sama bisa berkaca dari sikap Tuhan, selalu memberi yang terbaik lebih dulu kepada kita, baru Dia meminta yang terbaik dari kita. Pernah kalian meminta senja? Tapi Tuhan berikan.


Sebelum kamu berharap diperhatikan orang lain, kamu saja yang lebih dulu perhatikan dirimu. Sebelum kamu berharap disayangi orang lain, kamu saja yang lebih dulu sayangi dirimu.


Bagaimana dia bisa yakin denganmu, jika kamu sendiri tidak yakin dengan dirimu?


Masih berusaha menjadi Tuhan?

Rindu Rumah Dan Segala Isi-isinya


Di sini, bila pagi tiba, hanya longlongan anjing yang menyapa. Tidak ada embun yang malu-malu sembunyi dibalik daun-daun kering. Tidak ada cericit burung-burung kecil yang tengah menikmati hidangan paginya.


da hamparan padi yang menguning. Ada rindu pada kanak-kanak yang berlarian di bawah guyuran cahaya rembulan. Ada rindu pada tawa, tangis, senyum, sapa, bahkan suara melengking ketika pagi tiba.


Di sini, semua terasa terlalu sibuk dengan dunianya masing-masing. Kebersamaan telah luntur, karena setiap waktu yang berlalu bagai uang yang berjatuhan pada jurang kegelapan. Di sini, hanya ada sapa sekilas, senyum sekilas, dan kehampaan yang panjang, sebagian besar kelegaan mulai musnah digerus rutinitas.


Selamat datang pada dunia realita yang menjemukan, semoga tidak perlu terlalu lama. Rindu rumah dan segala isi-isinya. Di sanalah semestinya kaki ini berpijak lebih kuat, memaksimalkan segala yang ada. Hari itu akan tiba, akan tiba. Akan, akan, akan. :D

Monologue


Untuk : Dini, yang terlalu memanjakan hati
Dari   : diri sendiri, yang menulis dengan logika, yang benci kau bangun tidur dengan penuh luka.
Tidak mudah melepaskan sesuatu yang familiar dengan cara paksa. Seperti anak kecil yang sudah setiap hari menghisap dot, lalu ibunya mengambil paksa dot nya dan diberikan pada kawannya. Lalu si anak kecil itu harus melihat dot miliknya dipakai oleh orang lain.
Mungkin seperti itu rasanya ketika kehilangan seseorang. Let’s say, putus cinta (eeaaaa curhat lageeee). Biarin blog blog gw ini. Kalo gak suka kan tinggal di unfollow.
Yang biasanya kita adalah orang penting buat dia, lalu sakit ketika membayangkan perhatiannya bukan milik kita lagi. Yang biasanya dia marah-marah sama kita karena kita teledor, sakit membayangkan gemesnya bukan milik kita lagi. Yang biasanya dia membuat keputusan dengan mempertimbangkan keberadaan kita di masa depannya, sakit membayangkan kita sudah tidak terlihat di jalannya lagi. Yang biasanya dia bisa tersenyum saat mendengar suara kita, sakit membayangkan dia sudah lebih banyak tersenyum karena orang lain. Yang tawanya kamu sangat suka dan membuatmu bahagia, sakit membayangkan tawa itu sudah bukan untukmu lagi. Yang akhirnya kamu menemukan orang yang bisa mengalahkan dominansimu, sakit membayangkan dia sudah lelah menjadi gurumu dan kini mengajar orang lain.
Sakit itu mungkin tak jelas juntrungannya. Jelas karena cinta, juga sayang. Tapi mestinya coba lihat sekali lagi, itu semua pasti juga karena nafsu ingin memiliki.
Instropeksi, berapa kali kamu melukai ketika dia masih berada disana, mengejarmu dengan segala keterbatasan kekuatannya? Berapa kali kamu berbohong dan tidak peduli pada perasaannya ketika kamu bersenang-senang dengan dunia semu mu? Betapa dalam kemarahannya ketika kamu tidak mendengar segala keluh kesahnya? Betapa jatuhnya dia ketika kamu tidak memberinya kesempatan untuk bertandang ke rumah?
Semua kejadian buruk yang menimpa, pasti juga karena kesalahanmu sendiri. Lalu gelisah karena belum meminta maaf? Kamu sudah meminta maaf, meski tidak jujur mengungkapkan apa saja kesalahanmu dulu.
Lalu ini menjadi hal yang sulit kamu lakukan, memaafkan dirimu sendiri. Kamu menyalahkan, kamu berandai, jika saja dulu aku begini jika saja dulu aku begitu. Bukankah ini pikiran dari setan? Inilah pertama kalinya kamu ingin mengulangi masa lalu. You broke your own rule.
Bisakah kamu memaafkan dirimu sendiri? Berhenti berpikir bahwa tembok adalah tempat untuk menjedotkan kepala. Berhenti berpikir bahwa pagimu tidak indah hanya karena ketika bangun tidur, hal pertama yang kamu pikirkan adalah kamu kehilangan dia. Pikirkan Tuhanmu, pikirkan hari ini ada kerjaan menarik, trial Vaseline Men desain baru (pake ngebocorin rahasia perusahaan orang, vaseline men mau ganti desain, yes!!).
Cobalah memaafkan dirimu. Percayalah semua berjalan sudah pada tempatnya, memang sudah semestinya. Dan buat pelajaran, jangan lakukan kesalahan yang sama pada masa depan. Lepaskan bebanmu. Kamu ini sedang tidak menerima takdir.
Lalu kamu belum bisa menerima jika dia mencintai orang lain. Dan mulai berpikir bahwa cintanya padamu dulu tidak sedalam cintamu padanya. Aisshh, berhentilah berpikir rumit. Dia cinta, itu saja, kata dia kan begitu. Ketidakterimaanmu pada kondisi adalah hasil pikiran rumitmu sendiri, yang tidak selalu benar dan hanya mempersulit dirimu melepaskan.
Lepaskan, bersihkan pikiran. Jika belum bisa memaafkan, minimal tidak banyak dipikirkan. Jika belum bisa mendoakan yang baik buat dia, minimal tidak mendoakan yang buruk. Jika belum bisa berhenti mencintai, minimal berusaha menetralkan hati. Jika belum bisa ikhlas merelakan, minimal tidak mengganggu.
Bukankah hubungan kalian rusak karena seseorang datang dan memberitahumu tentang kesalahan dia? Lalu kalian berpisah. Maka, diamlah disini, jangan jadi orang yang merusak itu. Biarkan hatimu sendiri yang terluka, jangan sampai hati perempuan lain ikut luka karena kau bercerita.
Lalu jawabmu, tapi sebeeeeel dia PHP padahal udah ada yang baru. Kan jadinya makin dalem, terus dipaksa keluar!!!
Berpikirlah positif, mungkin saat itu dia sedang kekanak-kanakan. Dia masih butuh kehadiranmu untuk pembiasaan. Dia masih butuh keberadaanmu untuk meneguhkan hatinya dalam beberapa situasi yang belum terkendali. Dia masih butuh semangat darimu untuk membuat kepalanya jadi dingin seperti biasanya. Bukankah kamu yang selama ini bisa menyejukkan hatinya? (ceileeeee, alay lo)
Percayalah, mintalah hati pada Pemiliknya. Sini kuajari doa, “Ya Ghofar, ampuni dosa-dosa kami, dosaku dan dia ketika kami mendekati nerakamu bersama. Ya Rabb, kumohon, jika dia memang jodohku, dekatkanlah kami dengan cara yang Kau suka. Jika memang bukan jodohku, kumohon ambil perasaan ini, ambil perasaan ini, ambil perasaan ini, aku tidak sanggup menyimpannya. Lalu buat aku ikhlas dengan takdir-Mu. Segera pertemukan aku dengan jodohku yang pasti lebih baik. Bahagiakan aku, apapun yang terjadi, apapun yang terjadi, apapun yang terjadi.” 
Dan jika kau masih punya tenaga untuk berusaha, usahakan doakan kebaikan buatnya. Kamu pasti bisa. Kita, pasti bisa. :)

Memang Tidak Bisa Sepenuhnya Sama

Di negeriku tercinta ini, memang usia 20(+) bagi kaum wanita menjadi sebuah momok yang menggelitik. Tak jarang orang-orang mulai lebih rajin menanyakan kapan jodohnya datang.

Dan satu lagi yang membuat ini semakin terasa rumit, bahwa kaum perempuan cenderung lebih mudah resah. Iya, bagaimana tidak, secuek-cueknya kaum perempuan, tak jarang dalam diamnya angan berlarian kemana mana.

Kurasa ujian kaum perempuan memang lebih berat di fase ini. Karena semakin mereka matang, semakin terlihat mereka menonjol, tak jarang seorang lelaki menjadi sedikit segan—lelaki cenderung lebih minat membimbing daripada dibimbing. Kalau mau, coba bandingkan saja, kurasa akan lebih banyak kita temui lelaki yang berkarakter begitu. Lain hal jika lelakinya cuma mau memanfaatkan, mungkin juga banyak yang begini.

Siang ini pada rintik hujan yang tak begitu deras, hati ini kembali bergetar mengagumi mereka. Sungguh mereka mengalami fase yang lebih berat perihal jodoh. Kita tak bisa menampik bahwa lelaki yang berusia mungkin di atas itu, akan lebih mudah mendapatkan jodoh ketimbang kaum perempuan. Karena tak jarang pula perempuan yang lebih muda bisa terpikat dengan lelaki yang sudah terasa cukup mapan secara pandangan dan lainnya.
Ah, tidak ada tidak, selain harus menghormati dan tidak mempermainkan mereka. Ujian mereka sudah cukup berat, semoga kaum lelaki lebih mau paham dan tidak bertindak seenak jidad.

Ternyata, memang tidak bisa sepenuhnya sama. Semoga kalian-kalian yang dalam fase-fase seperti ini tetap diberi kekuatan dan kelapangan. Hanya bisa membantu mengirim doa dan senyum kekaguman.

Selamat memperjuangkan takdir masing-masing. Berat memang, kita hanya bisa terus berupaya dan sepenuhnya yakin Dia tiada pernah menjauhi kita. Tetaplah berupaya, sambil terus bersandar sepenuhnya pada-Nya.
Salam hormat dari kami, yang terkadang tidak sampai berpikir sejauh ini. Semoga senantiasa dikuatkan untuk perjuangan masing-masing. :)

#monolog #smile #happy

Introvert Dan Pemalu Itu Beda


iperbaiki. Kau hanya ketakutan akan mata-mata yang kau pikir selalu menganggapmu miring.
Sungguh beda sekali antara introvert dengan para pemalu dan penakut. Introvert berani melakukan apa pun yang dia inginkan, hanya terkadang dia lebih suka melakukannya sendiri, atau lebih tetapnya dia tidak mengharuskan ada yang menemani. Ah, sementara kau, kau mengurung diri karena takut dan malu.
Boleh-boleh saja malu dan penakut, itu hakmu tentu saja. Tapi, coba tanya pada diri sendiri, benarkah kau bahagia dalam kesendirian? Benarkah kau nyaman mengurung semua keinginan hanya karena takut dan malu yang berlebihan?
Setiap orang pun punya kelemahan. Bila sebenarnya ingin bisa berkawan, belajar saja untuk lebih terbuka pada setiap yang mau berkawan. Bila belum berani mengenali, belajar berani memulai perbincangan, belajar melepas kemungkinan-kemungkinan buruk yang membuat jalanmu kian tersandung-sandung.
Sungguh terlalu pemalu dan terlalu penakut adalah hal yang patut dibenahi.
Hei, kelak kita hendak jadi orangtua. Bila terlalu takut dan terlalu pemalu itu masih terus meraja, kasihan anak-anak kita jika nanti meminta bantuan melakukan hal yang sering kita takutkan. Bertanya lebih dulu, misalnya. Mencari informasi penting, misalnya. Menghadapi sebuah kelompok/instansi, misalnya.
Tentu mengubah sesuatu yang sudah begitu mengeras dalam darah bukanlah pekerjaan mudah, selalu sulit. Tapi apa iya kita tidak benar-benar mau mencoba? Tak perlu mengingkari diri bila itu benar kebaikan, tak perlu pula mencari pembenaran untuk sesuatu yang sebenarnya keliru.
Introvert dan pemalu serta penakut itu sungguh berbeda. Bangunlah, buka mata, tak perlu terus bersembunyi di balik pembenaran diri.

Menasihati diri sendiri itu penting, bermonologlah. :)

Itu Kan Mereka


Mungkin mereka menginginkan yang bergelar tinggi, lulusan luar negeri, mendapat beasiswa sana sini. Itu kan mereka.
Mungkin mereka menginginkan yang selalu dipuja berbagai kalangan, menjadi perbincangan sana-sini (barangkali biar mendapat “kebanggaan” berlebih saat diceritakan pada teman-temannya). Itu kan mereka.
a bernyanyi, bisa menari, bisa lompat tinggi, atau bahkan bisa mencuri kumis Pak Haji. Itu kan mereka.
Mungkin mereka menginginkan yang selalu begini, begitu, begono. Itu kan mereka.
Mau sampai kapan kamu menghakimi diri atas apa-apa yang seperti mereka inginkan? Padahal, aku yang lebih paham bahwa yang kuinginkan ya yang seperti kamu.
Kamu tahu, kamu suka menyusahkan dirimu sendiri, padahal yang sepertimu saja sudah membuatku bangga sekaligus bahagia. Bila mungkin suatu hari nanti ingin lebih, aku ingin lebih itu pun datang darimu—tentu saja selama kamu nyaman melakukannya.
Cukup ya, jangan suka diulang-ulang lagi. Cobalah untuk bangga pada diri sendiri, bukan untuk sombong, tapi untuk lebih percaya diri—bahwa kamu teramat berharga dari sekadar apa yang kata mereka inginkan.
Kalau ingin tahu apa yang aku ingin, tanyalah padaku, tanpa perlu repot-repot mematok standar dari mereka. Karena yang akan menjalani aku, bukan mereka. Smile … :)

[Surat Untuk Ukhty] Ada Yang Masih Diperjuangkan


kali hal seperti itu akan membuatmu merasa dispesialkan. Tapi kau juga perlu tahu, ada sebagai laki-laki yang ingin membentengi dirinya sendiri. Bukan hanya karena ingin menjagamu, tapi untuk menjaga dirinya sendiri. Sebagian mereka masih mengkhawatirkan imannya sendiri. Kau mungkin tak masalah, imanmu kuat, tapi bisa saja dia tidak merasa dirinya begitu.
Kau perlu tahu, seorang laki-laki—siapa pun itu—yang telah merasa diri menemukan “suatu” untuk kehidupannya. Semua pasti ingin memperjuangkannya. Dan kau perlu tahu, beberapa laki-laki hanya ingin melakukan sesuatu dengan benar-benar serius, sebut saja pernikahan.

Sebagian mereka khawatir, ketika sudah terlalu dekat denganmu sementara dirinya sendiri masih banyak kurangnya; mereka takut membuatmu menunggu terlalu lama, mereka khawatir membuatmu bosan tentang hari kepastian.
Mungkin kau bisa menunggu, mungkin kau takkan mengeluh di depannya. Tapi perlu kau tahu, beberapa dari mereka takkan tega bila mendengar kau digunjingkan karena tak kunjung mendapat kepastian. Mereka tak mau membuatmu resah.
Beberapa lelaki lainnya—yang benar merasa menemukanmu—mereka tak mau sembrono menebar janji-janji dan harapan. Mereka hanya ingin menyuguhkan kepastian, mereka sembunyi-sembunyi menyiapkan segalanya.
Perlu kau tahu, finansial juga menjadi salah satu tolak ukur untuk sebagian mereka. Mereka paham bahwa setiap orang pasti ada rezekinya, tapi mereka juga paham bahwa dirinya masih memiliki sifat kemanusiaan, sifat yang membuat mereka sadar betul akan realitas dirinya saat itu.

Mereka yang benar merasa menemukanmu tentu ingin selalu membuatmu bahagia. Sebagian mereka mengkhawatirkan bahwa kau akan kekurangan setelah bersamanya. Meski barangkali kau tak mengkhawatirkan itu, tapi mereka tetap tak mau melihatmu menahan itu.

Jika kau masih bertanya kenapa, karena mereka tak mau. Kenapa mereka tidak mau begitu, karena itu bukan karakternya.
Kau tak bisa memaksakan karakter seseorang untuk sama rata, tidak bisa begitu. Sebagaimana kau yang ingin dipahami—meski kaum lelaki cenderung lebih jarang yang meminta dipahami—mereka pun ingin dipahami. Mereka tak jauh beda denganmu, yang kadang diam-diam tapi banyak pula harapannya.
Ukhty, kau perlu juga paham, bahwa sebagian lelaki merancang kehidupannya dengan begitu mendetail. Mereka ingin menikah kalau sudah bla … bla … bla… Mereka baru ingin benar memperjuangkan mencari calon bila sudah bli … bli … bli …. Sebagian mereka juga punya beberapa impian untuk orangtuanya. Sebelum bisa membuat orangtua begini, aku tak mau begitu.
Kebanyakan lelaki adalah seorang pemimpi ulung yang tak mau menodai mimpinya. Bahkan tak jarang mereka mencuekan rasa cinta yang ditemukan di tengah jalan. Bukan karena takut akan menjatuhkan, mengganjal, atau bahkan menghalangi. Tapi karena bagi sebagian mereka ada waktu-waktu yang telah diimpikannya, dirancangnya dengan segenap keyakinan.
Bukan karena mereka tak menginginkanmu, tapi kau dipertemukan memang belum sebagaimana waktu yang telah ia canangkan. Dan sebagian mereka tak suka membuat orang yang benar dikasihinya untuk menunggu. Sekalipun kau bilang tak apa menunggu, sebagai mereka tetap tak ingin melihat yang dikasihinya menunggu terlalu lama. Sekali lagi, tiap orang punya karakternya, kau tak bisa menuntut mereka untuk sama rata.

Bukankah justru membosankan bila seluruh manusia punya pola pikir yang sama?
Ukhty, semoga kau mau sedikit memahami. Bahwa sebagian lelaki paham, menyatukan dua hati bukanlah sebuah permainan—maka mereka mempersiapkan dengan benar matang. Ah, sudahlah, kurasa kau cukup cerdas untuk memahami hal seperti ini.
Selamat malam, Ukhty. Yang belum ku ketahui namanya,Mungkin ini sebagai kata kata yang dibenakku apa yang terbaik kedepannya, sebelum semua itu terjadi dan terjadinya menjadi indah.
Maaf aku terlalu cerewet, semoga mimpimu masih aku. Selamat terlelap, Ukhty, selamat rehat. :)

#monolog #smile #happy #KepadasangUkhty

Minggu, 02 Februari 2014

Hijab untuk Siapa?





“Rin, kamu kenapa sih pake kerudung?” tanya Mimi tiba-tiba, seperti memecah keramaian kampus sekalipun yang mendengar hanya diriku seorang.
“Eh? Lah kenapa kok tiba-tiba tanya begitu?” aku kaget sambil tertawa kecil. Sahabatku ini rupanya mulai penasaran. Mungkin ini celah yang Allah berikan padaku agar aku bisa mulai berdakwah padanya.
“Habis kan ada yang pakai kerudung ada yang nggak. Udah tau Jogja lagi panas-panasnya begini, kamu masih aja tahan pakai kerudung dan baju tertutup. Aku aja yang nggak pakai udah gerah[1] banget, apalagi kamu coba yang ditutup-tutupin…”
“Siapa bilang aku pakai kerudung terus jadi gerah? Biasa aja kali Mi… Paling sekarang derajat gerahku sama gerahmu sama aja, nggak ada bedanya…”jawabku sambil memasang muka menggoda Mimi. Akhir-akhir ini memang cuaca Jogja sedang panas-panasnya.
“Bohong ah Rin, masa sama? Nggak mungkin…” Mimi tak percaya. Wajahnya penuh rasa ingin tahu.
“Beneran pengen tahu nih, kenapa meski sepanas ini aku tetap pakai kerudung?” aku tambah iseng menggoda Mimi.
“Iya Airin….beneran…” wajah Mimi terlihat kesal.
“Hehehe, oke Mi. Jadi…Aku pakai kerudung dan baju tertutup lengkap bahkan sampai pakai kaos kaki segala adalah karena…ini perintah Allah untuk selalu menutup aurat, begitu Mimi sayang!” kataku.
Mimi terdiam sejenak. “Rin, kalau kata Allah, apa berarti setiap perempuan yang beragama Islam harus memakainya untuk menutup aurat?” tanya Mimi.
“Nah, siiiip. You’ve got the point! Itu dia, karena ini perintah Allah, maka semua muslimah harus memakainya. Muslimah itu ya tentu saja semua perempuan yang beragama Islam! Termasuk aku dan kamu,” kataku berseri-seri. Aku mulai melihat celah bahwa Mimi sedang berpikir lebih dalam.
“Tapi Rin, Mamaku nggak pakai kerudung, keluarga besarku juga nggak semuanya pakai kerudung, bahkan teman-teman kita dan mungkin masih banyak perempuan lainnya yang nggak menutup aurat. Apa menutup aurat itu bukan pilihan Rin?”
“Mi, kalau Allah bilang perintah menutup aurat adalah wajib. Maka itu namanya bukan pilihan Mi. Kita nggak punya hak untuk memilih antara melakukannya atau meninggalkannya. Mutlak bahwa itu harus,” aku menjelaskan pelan-pelan. Masalah seperti ini tidak boleh disampaikan dengan cara menggurui, apalagi seolah-olah kitalah yang paling benar. “Seperti perintah shalat. Allah bilang shalat itu wajib. Makanya semua muslim harus menunaikannya.”
“Kalau wajib, kenapa masih banyak juga yang nggak menutup aurat, Mi? Kenapa nggak sedari kecil kita diajari begitu? Bahkan pelajaran agama di sekolah pun nggak membahas tentang aurat. Kami dulu hanya diajarkan tentang shalat, zakat, bahkan mungkin pembagian waris yang sebenarnya terlalu detil padahal penerapannya tidak sesering keharusan menutup aurat?” Mimi bertambah kritis. Aku kembali memutar otak agar menemukan jawaban yang baik untuk menjawab pertanyaannya.
“Karena masih banyak yang belum paham, Mi,” aku terdiam sebentar, menata kata-kata yang bermunculan di kepalaku, “Masih banyak yang belum paham itu bisa terjadi karena banyak sebab. Ada yang belum tahu dan memang belum mencari tahu, tapi ada juga yang sudah tahu tapi menyepelekan. Karena paham dan tahu adalah dua hal yang berbeda. Masih sedikit orang Islam yang mau menggunakan akalnya untuk berpikir mendalam.”
“Mmm…maksud berpikir mendalam itu gimana?” Mimi bertanya.
“Jadi gini Mi. Misalnya ada orang yang belum tahu tentang kewajiban menutup aurat. Kemudian dia nggak cari tahu, nggak belajar Islam dengan baik akhirnya nggak dapat ilmunya juga kan? Padahal kewajiban menuntut ilmu itu nggak cuma ilmu dunia saja. Ilmu agama juga penting banget, apalagi diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.”
“Kalau nggak kepikiran buat menuntut ilmu bagian menutup auratnya Rin? Misalnya dia udah belajar agama dengan baik tapi masalah ibadah kayak shalat, baca Quran, zakat, puasa kayak gitu gimana?”
“Berpikir mendalam itu kaitannya juga dengan kehidupan sekitar Mi. Harusnya kita berpikir kritis ketika melihat di sekitar kita ada orang yang menutup aurat dan ada yang nggak. Kenapa bisa begitu? Harusnya di hati kecil kita terbesit rasa ingin tahu dan sejak saat itu rasa penasaran membawa kita pada kemauan mencari tahu yang tinggi. Dan ketika tahu bahwa menutup aurat wajib, misalnya, harusnya yang kita lakukan segera adalah menerapkan ilmu tadi pada kehidupan kita. Apalagi contohnya tadi menutup aurat yang sifatnya wajib. Wajib itu bukan perkara aku mau dan aku tidak mau. Itu nanti jatuhnya jadi masalah nafsu manusia yang mudah digoda setan. Wajib itu perkara kita diperintahkan untuk harus melakukan. Kalau masalah aku mau dan tidak mau nanti jadinya nyambung ke aku mau surga dan aku tidak mau surga. Nah lho, dampaknya malah jauh banget!” kataku dengan hati-hati. Aku takut kalau kata-kataku malah ada yang menyinggung perasaannya. “Nah, bagus kamu tadi udah mau tanya tentang kerudung. Itu namanya kamu sudah kritis dan mau menggunakan akalmu untuk berpikir mendalam. Aku doakan biar kamu segera menerapkan ya cantik…” lanjutku.
“Tapi Mimi belum pede Rin kalau mau pakai kerudung dan baju panjang kayak kamu. Orang nanti bilang apa, Mama Papa juga belum tentu setuju.”
“Mi, kamu pikirin dulu supaya semakin mantap. Berdoa semoga dimantapkan, berdoa agar Allah membulatkan niatmu dan membuatmu berani untuk menerapkannya. Insya Allah dimudahkan, Mi…”
“Gitu ya Rin? Airin nanti bantu Mimi ya kalau sudah yakin…” Aku mengangguk pelan, mengiyakan.
***
Satu hari, dua hari, tiga hari berlalu. Tidak ada perubahan pada Mimi. Entah apa yang sekarang sedang ia pikirkan. Yang jelas aku tidak berani menanyakannya. Aku ingin membiarkan ia benar-benar memikirkannya sendiri sampai kemantapan itu hadir dalam dirinya, bukan karena suruhan, apalagi paksaan. Mimi adalah teman yang cerdas, aku tahu itu. Kalau satu minggu masih tidak ada perubahan, baru aku akan menanyakannya, tekadku.
***
Tapi ternyata satu minggu berlalu pun tak ada perubahan pada diri Mimi. Mimi masih dengan setelan jeans dan kaos berkerah atau kemeja lengan pendeknya ketika kuliah. Setidaknya hubungan kami tidak merenggang, itu yang sangat aku syukuri. Sejujurnya aku takut percakapan kami minggu lalu membuatnya menjauhiku.
“Mi, ke kantin yuk! Aku lapar belum sarapan hari ini,” ajakku.
“Ayo Riiiin! Sehati banget kita. Aku juga belum makan apapun hari ini. Sampai tadi aku hamper puasa kalau nggak ingat tadi pagi habis bangun tidur aku langsung minum air, hehehe…” Aku senang mendengar renyah tawanya. Mimi ceria seperti biasa. Kami pun segera beranjak ke kantin fakultas.
“Airin, aku…bingung…” katanya tiba-tiba. Tentu saja aku kaget, tapi aku tidak menyangka bahwa ia akan memulai duluan.
“Kenapa Mi? Cerita dong…” pancingku.
“Yang waktu itu lho Rin, yang kita cerita-cerita tentang menutup aurat. Eh sebenarnya yang aku nanya-nanya sih ya, hehehe…” tawanya kembali menghiasi wajahnya walau sejenak. “Waktu Mama telepon aku cerita-cerita ke Mama. Terus aku nggak boleh pakai kerudung dan baju-baju panjang gitu…”
“Mmmm, alasannya?” tanyaku penuh selidik.
“Mama bilang baju-baju kayak gitu nanti malah membatasi aku dalam kegiatan kuliah dan organisasi. Bahkan Mama sampai bilang nanti susah dapat kerja dan dapat jodoh. Aku bingung harus bilang gimana sama Mama Rin….”
“Kamu sendiri yakin nggak kalau yang Mamamu bilang itu benar?”
“Aku nggak yakin sih Rin. Mungkin memang nanti aku jadi nggak bisa petakilan atau banyak gerak kayak sebelumnya. Tapi aku pikir itu bagus, sekalian biar cewek dikit akunya, hehe…”
“Yang alasan lainnya gimana? Yang katanya nanti kegiatan kuliah sama organisasi jadi terbatas, kerja dan jodoh juga,” cecarku.
“Kalau kuliah sama organisasi kayaknya nggak deh. Buktinya aku lihat kamu masih aktif-aktif aja di kampus tanpa ada yang melarang-larang kamu aktif gara-gara pakaianmu. Tapi kalau kerja dan jodoh…aku agak ragu sih sebenarnya…”
Pesanan kami datang, tapi perbincangan ini rasanya tak bisa dijeda. Mimi pun tidak lantas menyentuh makanannya seperti biasa.
“Ragunya gimana Mi?”
“Misalnya gini lho Rin, kalau lowongan pekerjaan kan biasanya tulisannya dicari yang berpenampilan menarik. Nah, apa dengan menutup aurat aku jadi menarik? Jodoh juga, apa laki-laki tertarik pada perempuan yang keindahannya justru ditutup-tutupi, Rin?”
Aku terdiam sebentar, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Mimi barusan. “Mi, banyak kok lapangan pekerjaan yang tidak mensyaratkan penampilan. Jangan mau jadi perempuan yang dinilai karena penampilan. Lebih baik kita dipilih karena kita memang berkompeten pada suatu bidang, karena ilmu kita. Apalagi Allah menilai seseorang dari kemuliaan akhlaknya. Fisik itu tidak ada artinya kalau pribadinya buruk!” kataku meyakinkan. “Kemudian kalau masalah jodoh…gini deh logikanya Mi, kalau seorang laki-laki memilih istri seorang perempuan yang tidak menutup aurat, itu artinya ia memilih seorang perempuan yang tidak menaati perintah Tuhannya. Nah, logikanya kalau sama Allah saja dia nggak mau taat, apalagi sama suaminya Mi?” tanyaku retoris.
Mimi mengangguk-angguk. Aku lihat binar matanya mulai cerah dan semakin yakin. “Aku suka jawabanmu yang kedua Mi. Iya ya, kalau sama Allah saja nggak mau taat, bagaimana nanti sama suaminya?”
“Nggak usah takut sama jodoh Mi. Perempuan baik tentu akan dapat laki-laki baik yang akan jadi jodohnya, insya Allah.”
“Sekarang aku harus ngomong gimana ya Rin sama Mama. Aku juga pengen Mama ikut sadar kalau menutup aurat itu harus, bahkan wajib…”
“Mmm…gimana kalau kamu ada kesempatan pulang ke rumah, kamu bicarakan baik-baik sama Mamamu. Bilang saja terus terang. Kamu boleh banget kok menceritakan obrolan kita selama ini. Mudah-mudahan Mamamu ikutan kepengen menutup aurat juga, dan bukan karena tren, tapi karena memang itu perintah Allah pada kita.”
“Gitu ya Rin? Kalau gitu…weekend ini insya Allah aku pulang. Oke Rin, aku nanti akan segera bilang. Doain ya Rin!” Binar cerah menghiasi matanya.
“Iya Mi, selalu…” kataku. Aku sayang banget sama temanku yang satu ini. Mana pernah aku berhenti mendoakan kamu agar kamu benar-benar bisa menghijabi dirimu, Mimi?
Suasana kantin terasa lebih lega dari biasanya. Nampaknya sejalan dengan perasaan legaku tahu Mimi akan segera berhijab. Kami pun segera menyantap makanan pesanan kami masing-masing.
***
“Airiiiiiiiiiiiiiin ‼” sebuah teriakan keras memanggil namaku ketika aku baru saja melangkahkan kakiku masuk ke gedung kuliah. Aku reflek menoleh dan kaget.
Aku kaget bukan hanya karena melihat Mimi yang sekarang mengenakan kerudung, tapi juga karena pakaian Mimi dari ujung ke ujung itu…terlalu berlebihan!
“Mimi nih ngagetin, teriak-teriak segala…” sungutku pura-pura marah ketika Mimi menghampiriku.
“Maaf deh maaf…. Rin, hehehe. Mamaku akhirnya ngebolehin aku berhijab, lho! Mama bilang sekarang banyak model berhijab yang tetap mengikuti mode jadi nggak ketinggalan zaman. Jadi tetap stylish deh! Mamaku juga sekarang mulai suka hunting model-model hijabers-hijabers gitu Rin! Katanya lagi model sekarang yang beginian. Gaya kerudung sama baju muslim jadi banyak modifikasinya, makanya Mama mulai tertarik.”
Aku sedikit menahan sesak. Rupanya aku masih kurang memberi tahu Mimi bahwa menutup aurat juga ada ketentuannya, bukan asal tertutupi. Hari ini aku melihat Mimi dengan penampilan berbeda. Kerudung dan baju panjang memang menutupi kepala dan tubuhnya. Tapi lilitan dan tarikan di sana-sini kerudungnya membuat lehernya yang terbalut dalaman kerudung ninjanya terlihat membentuk jenjang lehernya sempurna. Rambutnya yang panjang digelung tinggi sehingga membuat kepalanya menyerupai punuk unta. Bajunya panjang tapi…masih sedikit menerawang. Bajunya dimasukkan ke dalam jeans ketatnya, membuat lekuk tubuh dari pinggul ke kakinya terlihat saking ketatnya. Belum lagi, aksesoris kalung panjang dan aksesoris yang ‘meramaikan’ kerudungnya.
“Kamu merasa nyaman nggak Mi, pakai baju seperti sekarang ini?” tanyaku sepanjang kami menaiki tangga menuju kelas.
“Aku…mungkin karena baru pertama kali aja Rin masih kurang nyaman. Pakai kerudung begini aja lama banget. Kayaknya ada deh satu jam aku di depan cermin mematut-matut, nyoba-nyobain model kerudung, padu-padan baju. Gitu-gitu deh Rin!”
Beberapa teman yang berapapasan dengan kami menyapa Mimi yang tampil berbeda hari ini. Mimi menanggapinya dengan senyum manisnya sekalipun sapaan teman-teman hanya berupa ledekan.
“Kamu percaya nggak Mi, bahkan untuk orang yang baru pertama kali pakai kerudung dan baju tertutup, dia nggak perlu menghabiskan waktu selama itu untuk memakai baju yang menutupi auratnya. Bahkan 15 menit pun cukup untuk memakai baju dari awal sampai tertutup rapi dengan kerudung dan kaos kaki.”
“Ah, masa sih Rin? Boong aaah…. Kalaupun ada paling juga bajunya nggak terlalu di mix and match, kerudungnya juga nggak kayak model zaman sekarang…”
“Naaah, itu dia poinnya. Bukan masalah mode, tapi memang ternyata ada hal yang lupa aku sampaikan ke kamu. Perintah Allah untuk menutup aurat itu bukan hanya tertutup lalu selesai segala urusan. Ada hal-hal yang harus dipenuhi ketika kita menutup aurat. Mmm…semacam syarat-syarat gitu deh Mi biar aurat itu tertutupi secara sempurna.”
“Misalnya?” tanya Mimi.
“Aku kasih gambaran singkat aja ya Mi, nanti aku pinjemin buku yang membahas aurat wanita dan bagaimana muslimah harus berpakaian deh buat kamu baca. Kalau aku ceritain panjang lebar sampai ke dalil-dalilnya nanti aku kayak ustadzah lagi ceramah, terus nanti kamu bete lagi ngeliatnya…” aku tersenyum lebar memperlihatkan sederetan gigiku.
“Siap Bu Ustadzah Airin yang baik hati,” kata Mimi dengan gaya seperti orang hormat.
“Tuh kan belum apa-apa aja aku udah dibilang ustadzah. Aamiin aja deh,” aku memperlihatkan muka bersungut-sungut untuk menggoda Mimi. “Jadi gini Mi, meskipun kita sudah menutup aurat, pakaian yang kita kenakan tidak boleh ketat sehingga membentuk bentuk tubuh, tidak boleh transparan, tidak boleh mengikuti cara berpakaian lawan jenis, dan tidak boleh berlebihan. Satu lagi, kerudung yang kita gunakan harus menutup dada dan tidak boleh menyerupai punuk unta di kepala. Artinya ikat rambut atau gelungan rambut kita tidak boleh terlalu tinggi sehingga menyerupai punuk unta. Atau misalnya zaman sekarang ditambah-tambahi dalaman kerudung atau ciput bercepol yang sengaja dibuat agar kerudung yang kita kenakan menyerupai punuk unta.”
“Kenapa begitu, Rin?”
“Memang aturannya begitu, Mimi shalihah…. Bahkan hadits yang melarang kerudung menyerupai punuk unta itu mengatakan bahwa pelakunya tidak akan mencium wangi surga. Nah…bagaimana mau masuk, bahkan mencium wanginya saja tidak bisa? Aku memperhatikan raut muka terkejut Mimi. “Begitu juga dengan pakaian yang ketat yang membentuk tubuh atau transparan. Kalau begitu, apa gunanya pakaian yang dikenakan? Bukannya menutupi malah menonjolkan bagian-bagian yang seharusnya ditutupi. Apa bedanya dengan orang yang tidak menutup aurat?”
“Tapi kan setidaknya tertutupi, Rin.” Mimi tampaknya membela diri. Sepertinya ia merasa pakaiannya masih seperti apa yang aku katakan tadi.
“Tertutupi itu bukan hanya setidaknya. Tubuh kita itu ibarat perhiasan kita yang tidak boleh kita pamerkan keindahannya pada orang yang bukan muhrim kita. Kalau hanya kita beri tirai sedikit, orang-orang masih bisa melihat walau samar, menikmati keindahannya padahal bukan haknya. Jangan sampai kita punya dobel dosa Mi, menutup aurat yang tidak sempurna dan membuat orang lain berdosa karena melihat aurat kita. Menutup aurat yang tidak sempurna itu seperti berpakaian tapi telanjang. Ganjarannya? Sama seperti kerudung yang menyerupai punuk unta tadi, tidak mencium wanginya surga. Na’udzubillahimindzalik…”
“Rin, itu serius ada dasarnya?”
“Yeee Si Eneng, masa aku mau ngarang-ngarang nakutin kamu? Ini karena aku sayang kamu Mimi, makanya aku ngomong gini. Kita mau masuk surga sama-sama, kan?” aku tersenyum.
“Airin, aku jadi malu pakai pakaian kayak gini….” Mimi terdiam sebentar. “Eh tapi aku jadi ingat Mama deh Rin. Mama kan tertarik sama model-model hijab sekarang, makanya Mama membolehkan aku berhijab. Dan Mama juga tertarik karena menurutnya model hijab-hijab sekarang itu modis. Nah, apa nggak boleh kita berhijab yang modis dengan tujuan agar orang lain yang belum berhijab tertarik untuk ikut berhijab juga? Kalau begitu kan nanti akan lebih banyak lagi orang yang berhijab…”
“Coba kita inget-ingat lagi Mi, kita menutup aurat, berhijab itu karena apa? Karena siapa?”
“Allah, Rin. Mematuhi perintah Allah, begitu kan kamu bilang dulu?”
“Nah..Sekarang sudah paham, belum?”
“Belum Rin,” Mimi menggeleng pelan.
“Dengan memakai pakaian yang mengikuti mode, berarti menggunakan pakaian dengan mengutamakan fungsinya sebagai tren fashion, bukan penutup aurat, padahal batasan yang Allah tentukan untuk standar menutup aurat itu sudah jelas. Dan ini jelas melenceng karena tujuan mengenakannya saja sudah salah, bukan menunjukkan ketaatan pada Allah. Kedua, orang yang melihat pakaian kita, sesuatu yang tadi kamu bilang upaya kita mengajak orang lain untuk turut berhijab, jika nanti kemudian mereka berhijab, tentu cara berhijabnya akan mengikuti cara berhijab kita yang salah tadi. Nah lho, dakwah berhijabnya tepat sasaran, tapi salah penerapan. Salah-salah malah jadi dosa jariyah, mengalir terus dosanya selama orang masih ngikutin cara berhijab kita yang salah. Jadi, pilih mana?”
“Yang benar dan sesuai apa yang Allah perintahkan, dooong,” kata Mimi. Wajahnya gembira, seperti puas sudah menemukan jawaban atas rasa penasarannya selama ini. Memang terlalu banyak modus-modus fashion untuk pemenuhan materi yang disampaikan lewat penerapan perintah Allah yang salah. “Nanti temenin aku beli baju ya Rin, aku mau bisa berhijab sempurna kayak kamu.”
“Siiip, aku juga masih belajar untuk terus memperbaiki diri, kok. Kita sama-sama belajar ya Mi Kalau aku salah, kamu harus ingetin aku juga.” Kataku.
“Oke Bos Airin! Siap!”
Kami pun tertawa bersama. Aku tidak sabar menemani Mimi membeli baju dan menunggu besok melihat penampilan Mimi yang baru dengan hijab syar’inya.


Fitri Hasanah Amhar


Sabtu, 18 Januari 2014

Jangan Lepaskan Aku, Sahabat

Cintakan bunga, akan layu…
cintakan manusia, akan mati…
cintakan ALLAH, kekal abadi…
itulah CINTA, cinta yang hakiki…
عن أنس بن مالك رضي الله عنه خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم  قال :
لا يؤمن أحدكم حتّى يحب لأخيه ما يحب لنفسه)
رواه البخاري ومسلم
Mafhumnya : tidak beriman seseorang mu’min itu sehingga dia mengasihi saudaranya seperti dia mengasihi dirinya sendiri.
“warkah cinta”
saat pertama kali ingin di “update” catatan ini, ianya berupa sebuah kisah..namun setelah sekian lama tergendala…suka ana ingin menceriakannya kembali dengan sedikit perkongsian lazat !
boleh la menukar cerita kepada catatan yang lebih LUAR BIASA !
wah ! pasti berbunga-bunga hati sahabat-sahabat pabila catatan ini berunsur C.I.N.T.A.
jangan disalahkan CINTA sekiranya anda jatuh dalam jurang yang dusta,
jangan disalah ertikan ungkapan suci itu..andai anda yang tersesat dulu,
jangan dibenci kalimah istimewa ini..andai anda tidak tahu menghargai.

ok..
jadi, apakah dia CINTA ?
Cintailah Illahi yang menciptakan kita ini..
Cintailah Nabi yang memberi syafaat di akhirat nanti..
Cintailah Abi dan Ummi yang memberi kebahagian buat diri..
Cintailah dia yang bernama SAHABAT SEJATI.

SAHABAT SEJATI,

ingat mudah ke nak mencari si dia yang sejati. EH, silap. sahabat sejati.
sukar. namun, ia boleh di cari..

bagaimana ?
jadilah kita sahabat yang sentiasa menyayangi antara satu sama lain.
mengasihi dan mencintai kerana ILLAHI.
Allah. sering kita dengar, “ukhwah fillah ilal jannah”
jauh kan?
sangat jauh. apa maknanya ? INGIN KE SYURGA BERSAMA..

BAGAIMANA ?
nak sama-sama berjaya..nak sama-sama belajar..
susah payah bersama..macam tu kan ?

begitulah takrifan UKHWAH pabila kita faham apakah nama “ikatan ajaib” itu.
membawa dirinya dan kita ke syurga bukanlah ibarat kita membawa bungkusan buah epal yang masak ranum masuk ke rumah untuk dimakan bersama.

mudah bukan.
zahirnya. itu bukan kerja MUDAH. tetapi itu adalah kerja yang perlukan USAHA.
Hah. nak kata susah ke ? jangan dulu..usaha itu akan memudahkan kerja.
ALLAH kan ada. SENYUMM*

ADAKAH dengan kita melakukan kebaikan berseorangan, kita akan dapat melangkah hebat ke syurgaNya dengan bahagia.
fikir semula.
Allah beri kan pahala yang berlipat kali ganda pada mereka yang solat BERJEMAAH dengan 27 kali ganda pahala. see? BERJEMAAH.

Diulangi. BERJEMAAH.
begitu juga dengan melakukan kebaikan. Allah akan berikan kita syurga, sekiranya kita BERJEMAAH sesama melakukan kebaikan.
nak ke kita, lakukan kebaikan berseorangan…namun, di akhirat kelak, kita akan di heret kembali oleh si dia yang tiada kebaikan di dunia.
hai berbunga-bunga nak melangkah selangkah sahaja lagi ke gerbang firdausi. tetapi, diheret ke neraka dek tuntutan kebaikan yang tidak dikongsi bersama pada si dia.
rugi. betul-betul RUGI.
T_T

ANDA nampak tak apa kesannya jika kita lakukan kebaikan tanpa mengajak orang lain ke arah kebaikan.
dalam surat cintaNya :
“pada hari itu sahabat-sahabat karib ; setengahnya akan menjadi musuh kepada setengahnya yang lain, kecuali orang-orang yang persahabatannya berdasarkan berdasarkan taqwa (iman dan amal soleh)”
(az-zhukruf : 67)

Genggam erat tangan ini sahabat. Jgn pernah lepaskan. Bila hati rasa resah. Sandarkan segalanya pada DIA yg satu. Bila langkah terasa lemah. Kuatkan ikatan ini kerana DIA. Tuntun daku ke syurga. kerana aku tidak akan pernah kuat tanpa kalian dan tanpaNya..”

_sidiayangbernamaSAHABAT_ 
begitulah…
SAHABAT ini adalah mereka yang sering mendoakan kita..
siapapun yang membawa kita kepada Allah..
dia itulah SAHABAT SEJATI..
mungkin kita belum boleh digelar dengan gelaran itu..
namun, tanam dalam hati..untuk menjadi seorang yang boleh berpimpinan tangan ke SYURGA nanti.. :)

by  1

Ambil Yang Baik. Jangan Buat Lenggang Kangkung Isu Cinta Ini

Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)”- (Surah al-Nur 24: ayat 26).

CINTA - Penangannya sungguh berbisa. Masakan tidak. Ianya menjadi isu yang tetapenergetic terutama dikalangan remaja, mahasiswa dan mahasiswi.
Bila sebut saja perihal cinta semua ada definisinya, pandangannya, mungkin pengalaman, mungkin sejarah silam dan 1001 lagi cerita.
Cinta. Orang bercakap senang. Semua orang boleh komen itu, komen ini, cakap itu dan cakap ini. Hakikatnya yang merasai tetap orang itu, kan.
Umur begini macam ni pandangannya terhadap cinta, umur macam ni sebegini pula. Boleh berubah-ubah. Senang cakap. Macam ni la. Semua orang ada fasa-fasa tumbesarannya.
Kita setuju itu dan kita kena meraikan setiap pandangan itu, mungkin sahaja, dari situ kita lebih memahami realiti hidup remaja hari ini, dan cara seseorang memandang cinta itu.

Ambil yang baik dan fikirkanlah.

Namun cinta bukan sekadar cakap-cakap sahaja dan cinta bukan sekadar komen-komen sahaja, dan berjanji-janji sahaja.
Nak bercinta kena ada Ilmu. Kena banyak membaca. Kena banyak meneroka. Kena banyak mendengar. Kena banyak memerhati. Kena banyak muhasabah. Kena banyak berfikir.
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”- ( Surah Al-Hasyr, 59: Ayat 18)
KITA. Naluri rasa cinta itu fitrah. Skop cinta itu luas. Jangan disempitkan.
Namun tidak dinafikan bab cinta antara lelaki dan perempuanlah yang menjadi menonjol di kalangan pemuda pemudi selama ini. Namun sejauhmana kita pernah terfikir mengenainya dan duduk merenungi serta berbincang perihal cinta ini.
Akhir-akhir ini, Saya melihat dan memerhati, dan saya menemui sesuatu bahawa persekitaran, kemahuan serta kesungguhan seseorang itu dalam memahami sesuatu hal dapat meluaskan lagi pandangannya terhadap sesuatu perkara.
Seluas mana pemahaman kita mengenai CINTA?
Atau kita selama ini menyempitkkan skopnya, tahu tapi buat-buat tidak ambil endah? Kita buat lenggang kangkung isu cinta ini? Tenyata kita perlukan vaksin. Cuba buka mata luas-luas.
Mustahil kita hidup berundur ke belakang. Mustahil kita sebegini saja. Cinta awak terhenti bila si dia dah mati?
Matlamat cinta awak terhenti setakat untuk didunia sahaja? Kalau boleh panjang-panjangkanlah, biar hingga ke syurga ya..baru la awesome!!
Bila berbicara mengenai cinta, pernah awak terfikir mengenai tanggungjawab yang awak akan galas? Brothers sisters sekalian dan diri saya juga, tanggungjawab kita  di dunia besar kaitannya dengan akhirat kita.
Termasuk juga bab cinta-cinta ni. Awak nak buat lenggang kagkung ke?
Terjun ke alam itu tanpa persediaan? Tanpa usaha?
Di sayangi, menyayangi, gembira, tersengih, kadang kala menangis, bergaduh. Itu saja? Beginilah, kita tolak tepi semua tu sebentar, mari kita fikir mengenai ini.
Awak jatuh cinta. Ada awak fikir mengenai perhubungan awak? Ada awak fikir tentang Allah redha atau tak. Ada awak fikir, sejauhmana awak nak bawa cinta tu? Ke syurga? Alhamdulillah jika ya.
Namun hakikat sekarang. Kita harus perhati perbuatan yang dalam bercinta tu. Nak senarai memang banyak. Tapi saya senaraikan beberapa.
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk”.- (Surah al-Isra 17: ayat 32)
Bermesej. Bercalling. Bervideo call. Hantar gambar. Keluar jalan-jalan. Bukan sehari dua. Itu awak sendiri tahu. Awak guna duit siapa? Banyak mana deria awak guna? Berbelit-belit kan.
Tenang-tenang. Mari saya jelaskan. Jika awak masih belajar, ada awak pernah fikir tentang duit itu. Mungkin awak meminjam atau dipinjamkan oleh PTPTN, biasiswa kerajaan Negeri, MARA, JPA,  dan mungkin dari FAMA( father dan mother).
Bagaimana pula dengan amanah masa yang sepatutnya kita gunakan dengan baik, namun habis sia-sia begitu saja? Ada sedar?
Ingatkah kita dengan hari dimana Allah akan persoalkan setiap apa yang kita lakukan. Deria-deria kita menjadi saksi apa yang kita lakukan. Saat mulut dikunci. Deria yang lain akan patuh dan menceritakan perihal kita dihadapan Tuhan.
Mungkin ya, ada yang merancang untuk berkahwin. Namun muhasabahlah, atas dasar rasa suka sahajakah awak membina perkahwinan itu?
Kita pernah dengar ini. Jika benar cinta hendak bersama ke syurga- Hilal Asyraf.
Saya amat tertarik dengan kata-kata ini. Benar. Apalah ertinya cinta jika menghumban dan membawa kita ke neraka. Apalah namanya cinta jika sambil lewa.
Tanggungjawab dan amanah yang ada terabai. Bagai melepas batuk ditangga? Seolah-olah ini tidak akan dipersoalkan diakhirat kelak. Begitu?
Asyik fikir kahwin, namun persediaannya dan usaha itu ke laut? Tak boleh juga. Belanja bertunang, belanja hantaran, belanja kad jemputan, khemah, dewan, belanja makanan, belanja karaoke, belanja door gift, belanja pelamin, belanja baju kahwin, dan belanja jurugambar. Ada pernah fikir?
Itu baru untuk kos kahwin. Pernah fikir yang lebih besar dari itu. Haaa…Amanah yang kau galas selepas itu.
Nak jalan macam mana?.. Ilmu dah ada? Planning dah ada? Planning untuk tahun pertama macam mana? Planning untuk 5 tahun akan datang?  Nak tinggal dekat mana? Bil air, belanja makan minum, kereta, nafkah. Semua itu perlu duit.
Bukan saya nak kita pandang pada duit semata-mata. Namun lebih kepada amanah itu dan alam realiti. Jangan hanya tahu berfantasi. This dunya is just temporary.
Awak nak keluarga yang bahagia, itu saya rasa semua orang pun menginginkannya. Cakap saja tidak guna juga kan. Usaha ke arah itu? Maka dengan ilmulah. Belajarlah.
Dengan masa yang ada dan Allah pinjamkan ini, maka belajarlah. Sekurang-kurangnya kita berusaha. Berusaha nak cari redha Allah. Bila Allah redha, InshaaAllah berkatNya juga bersama.
Lagi satu. Jika ditakdirkan awak ada rezeki zuriat. Ada pernah awak fikir bagaimana nak didik dia? Adakah awak akan cepat melenting, dengan emosi semata-mata. Marah-marah. Bersedia dengan tangisan budak-budak? Karenah-karenah dia?
Kita sekarang diabad ke 21. Kena sedar. Cabarannya makin ekstrim hebatnya. Anak kena dididik dengan agama. Kena kenalkan dengan Allah. Mendidik kena ada ilmu. Contohi sedaya mampu gaya Rasulullah s.a.w dalam mendidik.
sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”.-(Surah Al-Ahzab 33: ayat 21).
Manusia ada fasa-fasa tumbesarannya. Tahap umur begini, macam ni cara didiknya, tahap umur begini macam ni pula cara didiknya. Ada kita kisah selama ini mengenai itu? Ada kita usaha untuk belajar dan cari ilmu tentang itu?.
Awak salah jika awak hanya lepaskan tugas mendidik kepada guru dan pihak sekolah. Pernah awak bayangkan jika anak awak tanya mengenai bab-bab agama? Allah dekat mana?
Ayah, ibu, ceritakanlah mengenai nabi Muhammad? Kenapa kena solat? Pernah awak bayangkan jika anak awak tanya, kenapa ibu ayah tak solat? Cikgu kata…? kenapa perlu begini, begitu..pernah awak terfikir.
Bagaimana awak akan jawab, berhikmahkah? Tahukah awak cara yang sesuai?. Fikir-fikirkanlah.
Akhir sekali, saya menyeru, diri saya terutamanya, remaja, mahasiswa, dan mahasiswi, Perhatikanlah wajah ibu dan ayah Kita. Kenanglah mereka. Ingatlah juga, Kita masih belajar. Fokus dan buatlah yang terbaik dalam pelajaran.
Perhatikan juga hubungan Kita dengan Allah. Dekatilah DIA. Cari wasilah-wasilah yang boleh meningkatkan kecintaan kita padaNya. Jaga solat, dan perbaiki ibadah-ibadah wajib.
Binalah diri ke arah yang lebih baik hari demi hari. Andai pernah tersilap langkah, bertaubatlah, banyakkan istighfar dan jangan diragui kasih sayang dan pengampunan Allah.
Jika kita jatuh cinta, maka fikirlah dengan ilmu. Banyakkan soal-jawab dengan diri, Allah redha atau tidak apa yang aku buat ni? Terlalai dan melalaikan aku kah cinta ini? Pahala atau dosakah dengan perbuatan aku ini?
Dahagalah akan ilmu, belajarlah. Berkasih sayanglah dengan keluarga, guru-guru, dan sahabat serta perbaiki dan jaga juga hubungan sesama manusia.
Dan akhir sekali, sibukkanlah diri dengan usaha pembinaan diri, dengan aktiviti berfaedah.
“ Ketika cinta menyapamu, janganlah silau dengan indahnya dia, tetapi lihatlah apakah cinta itu akan membuatmu semakin dekat kepada Allah atau tidak?”
Selama kita menjaga diri, menguatkan diri dengan akhlak islam, menjaga kehormatan diri dan hati, maka Allah akan pilihkan pasangan yang tepat untuk kita. Bukan sekarang, bukan juga esok pagi, tetapi bila tiba saatnya.
*****
by